Dear Mama

InShot_20191028_115757475.jpg

Dear Mama,

23 September 2019 itu jadi hari terakhir pertemuan kita didunia. Sungguh ga pernah kusangka mama akan pergi secepat ini. Hari itu, jam 7.10 pagi itu, tanpa rasa sakit, kau hembuskan nafas terakhirmu. Lepas. Begitu saja.
Kulihat wajahmu, putih, bersih, tersenyum cantik. Tidak ada gurat kesakitan di sana. Seolah kau telah rela meninggalkan kami semua tanpa beban.

Mama,
Anakmu ini tetaplah seorang anak kecil perempuan yang dulu kau cekoki vitamin agar tidak kurus kering. Bagaimanapun kuatnya aku menahan kesedihan, rasa itu tetap ada.
Rasa sakit yang tergores di dalam hati karena merasa belum cukup baktiku untukmu. Belum puas mengurusmu.
Masih kuingat mama bilang di bbrp hari sebelum pergi, saat ia minta aku mengelap badannya yg sudah 3 hari tidak mandi dan selalu berkeringat.
“Baru kali ini, di 62 taun mama, dimandiin sama anak…”
Lalu dia melingkarkan tangannya dipinggangku saat aku menyisir rambutnya. Apakah dia sudah merasa akan pergi saat itu? Wallahu alam.. yang kurasa saat itu aku hanya berusaha menahan tangis karena ku tak punya firasat. Ku yakin mama pasti sembuh.

Mama,
Betapa Allah menyayangi mama lebih dari kami menyayangimu.
Sekalipun mama selalu tersenyum, aku tidak pernah tau seberapa menderitanya ia saat harus menopang badannya ketika berjalan karena didera pengeroposan tulang. Bertahun-tahun kami fokus pada pengobatanmu tapi kau pergi dengan diagnosa yang tidak kami duga.

Qadarullah.
Ya. Inilah takdir. Yang aku yakin, inilah skenario terbaik dariNya.
Allah tidak biarkan mama menderita lagi dengan diagnosa terbarunya.
Terkadang aku berfikir, kalau mama harus menjalani treatment untuk penyakit barunya, apakah mama sanggup menahan sakit lagi? Mama sudah terlalu lama menyembunyikan penderitaannya. Sesak rasanya membayangkan hal itu.

Dan akhirnya mama pergi.
Ibu periku pergi menghadap Illahi Robbi.
Secepat itu. Semudah itu.
Hanya 2 minggu didera sakit, 2 hari dirawat di Rumah Sakit. Dia pergi.

Si ibu peri.
Si pemain voli.
Si penyanyi dan penari.
Si koki.
Si guru ngaji.

Ah, begitu banyak profesi yang telah ia jalani.
Bagi kami, ia takkan terganti.

Mama,
Tersenyumlah terus disana seperti saat kau disini. Jadilah bidadari nan cantik. Kelak, panggillah kami untuk kembali bersamamu. Karena kami akan selalu rindu. Rindu memelukmu lagi…

Maafkan aku ya ma,
Aku. Anakmu. Yang akan selalu rindu mencium wangimu.

Mengenang 40 hari kepergian mama tercinta,

Bogor, 23 September 2019

Al Fatihah

Satu pemikiran pada “Dear Mama

Tinggalkan komentar